By Dr. Rafat Amari
http://religionresearchinstitute.org/Mohammad/occultism.htm
Tulisan
ini tidak untuk menjelek2kan keluarga Muhammad, tetapi hanya untuk
menampilkan kebenaran tentang adanya okultisme dalam keluarga Muhammad,
yang tercatat dalam literatur Islam. Kami akan memulai dengan kakek
Muhammed, Abu Mutaleb, yang dikenal sebagai penyembah patung2 Asaf dan
Naelah.
Apa agama Abdul Mutaleb yang sebenarnya ?
Asaf
dan Naelah adalah dua Kuhhan, alias pendeta Jin-setan. Tradisi
menyatakan bahwa dewa2 mengubah mereka menjadi dua batu, karena mereka
melakukan perzinahan di dalam Kaabah di Mekah.Tugu Asal dan Naelah juga ditempatkan pada sumur Zamzam.
Ibn Hisham, yang mengedit biografi tertua tentang Muhammad, mengatakan
tugu2 ini disembah di sumur Zamzam. Katanya, para penyembah mengorbankan
hewan korban bagi tugu2 tersebut di sana[1]. Hal ini membuat kita
berpikir bahwa sumur Zamzam didedikasikan untuk menyembah kedua pendeta
jin yang dilambangkan dengan tugu.
Mutaleb mendedikasikan
sumur Zamzam dan tugu2 tsb kepada kedua pendeta jin. Kesimpulan ini
didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, Abdel Mutaleb menggali sumur
Zamzam.[2] Kedua, Abdel Mutaleb adalah salah seorang peyembah tugu kedua
pendeta jin. Dia begitu termakan oleh pemujaan okultisme sehingga dia
ingin mengorbankan salah satu dari anak laki2nya pada kaki kedua tugu di
Zamzam. Anak laki2 tersebut adalah Abdullah, ayah
Muhammad. Ketika Abdel Mutaleb sudah pada posisi untuk menyembelih
Abdullah dengan pisaunya, saudara laki2 Abdel Mutaleb menyelamatkan anak
itu.[3]
Konsep mengorbankan salah satu anak laki2 bagi
jin, para pemimpin atau pendeta2 yang dihormati, tidak saja dikenal di
jazirah Arab, tetapi juga di bagian2 lain dari dunia kuno. Bahkan sampai
hari ini para penganut agama okultis mempersembahkan korban anak2 bagi
setan. Fakta bahwa Abdel Mutaleb memilih untuk mengorbankan anaknya
dihadapan kedua tugu tersebut mengungkapkan bahwa dia paling terikat
dengan agama jin jazirah Arabia.
Abdel Mutaleb juga
memiliki hubungan yang dekat dengan perwakilan agama jin di jazirah
Arab, yaitu para pendeta yang disebut degnan Kuhhan, atau bentuk
tunggalnya adalah Kahen/Kahin. Abdel Mutaleb berkonsultasi dengan Kuhhan
kalau dia menghadapi persoalan. Mereka merupakan penasihat2nya, dan dia
terbiasa mengadakan perjalanan jauh untuk dapat bertemu dan
berkonsultasi dengan seorang Kahin terkenal. Ketika sebuah perselisihan
antara suku Quraish dan Abdel Mutaleb terjadi karena sumur Zamzam, Abdel
Mutaleb memilih seorang Kahinah terkenal dari agama jin untuk
menetapkan persoalan. Kahinah ini adalah orang yang menunjuk dua Kuhhan
yang berbahaya dari agama jin, Satih dan Shak’, untuk menjadi pendeta2
jin setelah kematiannya.[4] Al-Halabiyah/Halabieh mengatakan mengenai
kedua Kuhhan jin tersebut :
Mereka adalah pimpinan Kuhhan dan mereka yang memiliki pengetahuan mengenai okultisme dan kependetaan bagi jin.[5]
Ibn Hisham menyebutkan mengenai Kahinah ini, ”Dia merupakan Kahinah dari Klan Saad Hutheim.” [6]
Ketika
ada sebuah perselisihan diantara Abdel Mutaleb dan Bani/Klan Kilab,
Abdel Mutaleb pergi kepada seorang Kahen Jin yang dipanggil Rabiah Bin
H'thar al-Asadi untuk menjadi mediator.[7] Berkonsultasi dengan Kuhhan
Jin adalah sesuatu yang dilakukan kakek2 Muhammed. Hisham, ayah dari
Abdel Mutaleb, diketahui berkonsultasi dengan seorang Kahen utama dari
suku Khuzaa’h.[8] Banyak contoh seperti ini menerangkan afiliasi
keluarga dan pendahulu Muhammed terhadap agama jin di jazirah Arab.
Jika
hal ini tidak cukup menyakinkan, dua lagi pertimbangan membuktikan
bahwa Abdel Mutaleb adalah seorang pemimpin dalam agama Jin jazirah
Arab. Ketika Abdel Mutalib mendedikasikan anak laki2nya Abdullah (ayah
Muhammad), dia melakukannya melakui seorang Kahinah dibawah perintah jin
yang berhubungan dengannya. Para penulis biografi Muhammad yagn paling
dipercaya, termasuk Ibn Hisham, memberitahu kita bahwa Abdul Mutaleb
membawa Abdullah kepada seorang pendeta jin wanita bernama Khutbah. Dia
berdiam di kota Khaybar yang berlokasi di jazirah Arab tengah bagian
Utara.[9] Ketika dia mengunjungi Khutbah, Abdel Mutaleb mengekspresikan
kesediaannya untuk membunuh anak laki2nya jika pendeta wanita jin
memerintahkannya. Adalah jelas bahwa anak2 yang lahir dalam para
pengikut sekte2 okultis dikorbankan bagi roh jahat yang terhubung dengan
medium atau pendeta dalam komunitas okultis. Roh tersebut bisa saja
meminta anak untuk dibunuh sebagai korban bagi setan, atau pendeta2 bisa
meminta orangtua sang anak mempersembahkan anjing2 atau binatang2 lain
bagi roh jahat sebagai korban.
Jelaslah bahwa, dalam kasus
Abdel Mutaleb, kami menemukan fenomena okultis yang sama yang dilakukan
di antara beragam sekte2 okultis. Roh2 jin-setan menguasai nasib anak2
yang lahir di dalam komunitas okultis. Ini merupakan alasan banyak anak2
yang dikorbankan bagi setan.
Kami melihat dedikasi Abdel
Mutaleb bagi system keagamaan yang diwakili Khutbah. Abdel Mutaleb siap
untuk menaati keputusan jin-setan kepada siapa Khutbah menjadi medium
dan seorang pendeta, dalam apapun yng jin putuskan terhadap anak
laki2nya. Ibn Hisham melaporkan jawaban pendeta wanita jin yang
diberikan terhadap permintaan Abdel Mutaleb: “Kembalilah kepadaku satu
hari lagi di saat dia yang terhubung denganku mendatangiku.” [10] Dengan
ini dia mengartikan jin-setan. Jin-setan mendatanginya dan
memberitahunya bahwa unta2lah yang harus dikorbankan daripada Abdullah,
yang menjadi ayah Muhammad.
Untuk mengetahui agama
seseorang, ktia tinggal melihat kemana dia membawa anak2nya. Jika dia
mendedikasikan anak2nya ke sebuah gereja, kita tahu dia seorang
Kristiani. Jika dia mendedikasikan mereka ke dalam sebuah sinagoga
Yahudi, kita akan yakin bahwa dia seorang Yahudi. Jika dia
mendedikasikan mereka ke dalam sebuah kuil Sabian, maka dia adalah
anggota sekte Sabian. Tetapi jika dia mendedikasikan anak2nya ke dalam
sebuah upacara okultis oleh seorang medium atas perintah jin-setan, maka
dia merupakan anggota sekte okultis. Itulah agamanya. Tidak jauh dari
Mekah, ada banyak gereja2 Kristen, khususnya di dalam kota Najran. Ada
juga banyak Synagoga di dekat Mekah, tetapi Abdel Mutaleb menghindari
semua itu dan mendedikasikan anaknya melalui seorang Kahinah (pendeta
jin wanita).
Hal lain untuk dipertimbangkan adalah
keinginannya sendiri untuk mencarikan seorang istri bagi anak laki2nya
dari kaum pendeta wanita jin. Dia memperkenalkan Abdullah pada banyak
pendeta2 wanita muda jin. Dalam suatu peristiwa yang dilaporkan dalam
buku Halabieh, yang berisi kehidupan Muhammad:
Ketika
Abdel Mutaleb menemani anak laki2nya Abdullah dalam persiapan untuk
menikah, dia menyetujui seorag Kahinah yang merupakan seorang pendeta
wanita jin dari Tubbalah, sebuah kota kecil di Yaman. Nama wanita itu
adalah Fatimah, anak perempuan Mural-Khathmieh الخثعمية.[11]
Pendeta2
wanita jin lainnya kepada siapa Abdullah diperkenalkan adalah Ruchieh
Bint Naufal رقية. Dia juga seorang Kahinah pendeta wanita jin. Ibn
Hisham, penulis biografi utama Muhammad, menunjukkan bahwa Abdel Mutaleb
bertemu dengan Ruchieh di dalam Kaabah, yang membuat kita berpikir
bahwa dia merupakan bagian dari fungsi2 okultis yang bertempat dalam
Kaabah di Mekah.[12]
Akhirnya, Abdel Mutaleb memilihkan
seorang istri untuk Abdullah. Dia adalah Aminah, keponakan Soda Bint
Zehra, Kahinah utama jin di Mekah. Al-Halabi (dlm kitab Halabiyah)
menyatakan bahwa alasan Abdel Mutaleb mengambil Aminah sebagai seorang
istri untuk Abdullah adalah karena tantenya Soda Bint Zehra.[13] Abdel
menginginkan kedekatan dengan pimpinan pendeta2 dan menganut suatu
dedikasi dalam penyembahan jin yang dia wakili.
Sebuah tes
yang penting pada level dedikasi seseorang dan keterikatannya
kepercayaan keagamaannya adalah pasangan yang telah dia pilih bagi
dirinya atau bagi anak laki2nya untuk dikawini. Jika dia puas dengan
wanita manapun dalam sekte tersebut, kita boleh menganggap dia seorang
pengikut biasa dalam system keagamaannya sendiri, tetapi jika dia
mencari istri2 hanya di antara wanta2 yang berdedikasi pada agamanya dia
bukan lagi seorang pengikut biasa dalam agamanya, dan menjadi seorang
aktivis dan seorang fanatik. Dia menunjukkan bahwa dia berkeinginan
untuk mempromosikan agama tersebut dengan membangun sebuah keluarga yang
secara total didedikasikan padanya, jadi bahwa keluarga demikian
mungkin mempunyai suatu peran kepemimpinan dalam system keagamaannya.
Ini
membantu kita melihat keterikatan pada agama dari orang yang menggali
sumur Zamzam, dam memberi kita tujuan mana dia menggali sumur tersebut.
Merupakan suatu kebiasaan bagi orang2 Arab untuk menggali sebuah sumur
dan mempersembahkannya pada dewa2 yang mereka sembah dan hormati. Fakta
bawa Abdel Mutaleb menggali sumur Zamzam dan mendirikan dua tugu batu
pendeta jin, Asaf dan Naelah, di atas sumur, cukup untuk menyakinkan
kita sifat alamiah agamanya dan fanatisme untuk mempromosikan itu.
Karena dia mempertimbangkan untuk membunuh anak laki2nya dihadapan kedua
tugu tersebut, mengindikasikan bahwa penyembahan jin jazirah Arab
merupakan agama utamanya dan dia sepenuhnya mendedikasikan dirinya.
Literatur
yang memberikan kita latar belakang kehidupan orang2 Arab pada masa
Muhammed, menyebutkan kebiasaan beberapa orang2 Arab untuk
mempersembahkan korban2 kepada jin-setan setelah mereka menggali sebuah
sumur.[14] Fakta bahwa Abdel Mutaleb mendirikan kedua tugu pendeta2 jin
di atas sumur Zamzam dan bahwa dia siap untuk membunuh anak laki2nya di
kaki tugu2 ini, mengindikasikan bahwa dia ingin memberikan korbah kepada
jin dan bahwa dia menggali sumur Zamzam untuk suatu ekspresi yang
bertujuan memuliakan penyembahan agama jin jazirah Arab.
Betapa
ironisnya bagaimana hal itu menghubungkan tempat okultis ini dengan
nabi Ibraham ! Kaum muslim masa kini tidak menerima keuntungan apapun
dengan mengadakan perjalanan begitu jauh untuk meminum air dari sebuah
sumur seperti yang ada pada Zamzam. Mereka juga tidak mendapatkan
keuntungan apapun dengan melaksanakan ritual2 dari system okultis pagan
ini.
AMINAH, Ibu Muhammed
Aminah
adalah keponakan perempuan Soda Bint Zehra, pendeta jin di Mekah. Kita
melihat bahwa alasan Abdel Mutaleb mengambil Aminah sebagai istri bagi
Abdullah adalah karena tantenya Soda Bint Zehra.[15]
Muhammed
diketahui menderita kerasukan sejak masa kanak2nya karena Aminah,
ibunya, melakukan rukhieh atasnya atau guna2.[16] Dalam rukhieh seorang
kahen membawa roh jin (yang berhubungan dengan si kahen) kepada
seseorang. Seabgai keponakan Soda Bint Zehra, Aminah mampu melakukan
ritual okultis
terhadap Muhammad. Hanya Kuhhan jazirah Arab yang
dapat melakukan ‘rukhieh’ yang tepat, sebuah praktek perdukunan yang
mengindikasikan bahwa ibu
Muhammad telah bergabung dengan jajaran Kuhhan jazirah Arab setelah tantenya meninggal dunia.
Anak2
atas siapa suatu “rukhieh” dilakukan menderita berbagai tanda seperti :
kesurupan dan kejang2. Sejak masa kanak2nya, Muhammad menderita
berbagai
gejala yang identik ini. Al-Halabi, seorang penulis biografi Muhammad,
menyebutkan bahwa Muhammed menderita kejang2 sejak dia berumur satu
tahun.[17]
Sahih Al-Bukhari, melaporkan suatu peristiwa di mana Muhammad muda
kesurupan sebelum ia mengklaim menerima Quran.[18] Literatur Islam
lainnya, seperti Halabieh, menyatakan bahwa Muhammad biasanya berada
dalam kondisi koma sebelum ia menuliskan Quran, yang mana secara jelas
mengungkapkan keterlibatan langsungnya dengan para Kuhhan. Ketika dia
mulai menerima Quran dia jatuh koma.[19] Para antropologis percaya bahwa
kependetaan yang melayani setan diteruskan dari individu yang satu ke individu lainnya dalam keluarga yang sama.[20]
Abu Taleb
Juga
sangat penting adalah peran Abu Taleb, paman Muhammed, kepada siapa
Muhammed datang dan tinggal setelah kakeknya, Abdel Mutaleb, meninggal.
Ayah
Abu Mutaleb mempunyai suatu fanatisme yang khusus terhadap agama jin
jazirah Arab dan mewariskan ini pada anak laki2nya. Sebagai anak laki2
seorang
pemimpin dalam agama jin jazirah Arab, Abu Taleb memiliki hubungan yang
sangat dekat dengan para ahli nujum, peramal, peramal nasib dan lainnya
yang mempraktekkan guna2; Abu Taleb biasanya secara teratur
berkonsultasi dengan orang2 demikian. Ibn Hisham, penulis biografi
Muhammed yang paling dipercaya, menyebutkan bahwa Abu Taleb biasa
berkonsultasi dengan seorang ahli nujum yang bernama Lahab bin Auhjun
bin Kaab لهب بن أحجن بن كعب , dari suku Uzd. Ibn Hisham menyebutkan
bahwa Abu Taleb biasa membuat keponakannya Muhammed terpapar atas
nasehat2 dari Lahab.[21] Tidak mengherankan bahwa Muhammed menderita
mimpi2 buruk dalam rumah Abu Taleb, dan Abu Taleb sendiri menderita
akibat pengaruh jin-setan, mengalami fenomena paling berbahaya dan
hebat, yang mana biasanya terjadi di dalam rumah2 para penyembah setan.
Di antara tragedy terburuk yang menimpa Abu Taleb adalah bahwa jin-setan
mengambil anak laki2 tertuanya, Taleb, dan dia tidak pernah
ditemukan.[22] Hal yang terjadi pada Taleb ini diketahui didalam bidang
ilmu
demonology: ketika seseorang kerasukan setan, seringkali
orang itu akan melakukan tindakan bunuh diri yang didorong oleh setan,
seperti melemparkan dirinya ke dalam api atau ke dalam sumur yang penuh
air. Aktivitas2 setan2 yang sangat berbahaya di dalam rumah Abu Taleb,
dimana Muhammed tumbuh besar, terlihat dalam fakta yang lain: anak laki2
Abu Taleb lainnya, dipanggil Ja’efer, terkena pengaruh oleh apa yang
orang2 Arab sebut sebagai "Ain al-Jinn", yang berarti “mata jin”. Orang2
Arab pada masa Muhammad mengenali gejala2 kerasukan setan yang hebat,
sebagai gejala2 yang disebabkan oleh mata jin yang berefek secara
negatif pada orang tersebut yang menderita gejala2 demikian. Ini adalah
gejala2 yang menjangkiti Muhammea, utamanya: kejang2, kesurupan dan
koma. Kaum Arab mengenali kesurupan sebagai masalah yang disebabkan oleh
setan. Mereka menyebutnya “masalah melalui Ain,” atau mata. Mata jin
melihat pada seseorang dan mengakibatkan kesurupan.[23]
Ibu
Ja’efer memberitahu Muhammad – setelah Muhammad mengklaim sebagai
seorang nabi -,”Hai rasulullah, anak laki2ku Ja’efer terjangkit oleh
‘Ain al-Jinn,’ akankah kami membuat baginya suatu rukhieh?''. Muhammad
mengatakan : Ya.” [24] Rukhieh adalah pembacaan mantera2 bagi seseorang
yang terjangkiti oleh jin-setan. Para penganut agama jin-setan di
jazirah Arab percaya bahwa jin-setan lainnya, yang lebih kuat daripada
yang menyebabkan gejala2 " Ain al Jinn ", mampu mengusir jin dari tubuh
tersebut. Muhammad dalam kasus ini setuju bahwa sihir demikian harus
dilakukan terhadap sepupunya Ja’efer. Seperti yang akan kita lihat bahwa
Muhammad sendiri, sebelum klaimnya sebagai seorang nabi, diketahui
sebagai seorang Rakhi راقي, orang yang melakukan Rukhieh terhadap yang
lain.
Dari contoh2 ini, kita dapat membayangkan lingkungan
okultis berbahaya dimana Muhammad melewatkan masa kecilnya; dia tinggal
disebuah keluarga yang didominasi jin-setan dan anggota2 mereka yang
kerasukan setan dengan konsekwensi2 terburuk! Semua ini berkenaan dengan
hubungan mereka dengan ahli nujum, penyihir, peramal dan medium.
Jadi,
hubungan dekat Muhammad dengan jin, episode2 penyakit jinnya, dan
kenaikan dirinya menjadi seorang Rukhi bertumbuh dari akar dalam
okultisme keluarganya. Semua keterlibatan okultisnya dimulai dengan
ibunya Aminah yang membacakan mantera2 padnya ketika masih kecil,
berkembang dalam intensitas dalam rumah Abu Taleb, dan terus menerus
meningkat sampai dengan masa kenabiannya. Bahkan paman Muhammed, Abu
Taleb, menyebarkan kebenaran dalam syairnya sendiri bahwa Muhammad
menjadi seorang Rakhi, seseorang yang membacakan mantera terhadap orang
lainnya. Faktanya, Ibn
Hisham, menulis syair yang terkenal, ”Abu
Taleb.” Para pemimpin Mekah mendatangi Abu Taleb meminta dia untuk
menyerahkan Muhammed kepada mereka untuk dihakimi oleh mereka. Abu Taleb
menolak dan membacakan sebuah syair yang memuji dan mengagumi Muhammed. Ada
sebuah stanza dalam syair ini yang mana dia menggambarkan Muhammad
sebagai “seorang Rakhi, atau penyihir yang membacakan mantera2 di Harra
di mana dia hidup."[25]
Harra’ adalah
kumpulan gua di dekat Mekah di mana Muhammad biasa menghabiskan waktunya
sebelum dia mengklaim dikunjungi oleh malaikat Jibril.
Bagi
Abu Taleb dan dimata orang Arab, para tukang sihir atau rakhi melakukan
sebuah pekerjaan mulia karena reputasi yang dimiliki rakhi2 untuk
mengusir roh2 yang menyebabkan penyakit melalui jin mereka sendiri.
Muhammad mengkonfirmasikan bahwa pamannya membacakan syair mengenai
dirinya dan membanggakan tentang isinya.[26]
Muhammed
terlahir dari suatu jalur panjang penyembah jin yang menganggap
pembacaan mantera2 dan guna2 adalah suatu kemampuan hebat dan bukanlah
sebuah kutukan dan kejahatan sebagaimana diajarkan Injil.
Khadijah, Istri Pertama Muhammad dan sepupunya Waraqa
Khadijah,
istri pertama Muhammed, berasal dari sebuah keluarga pemimpin okultis
yang terkenal. Diantara mereka adalah Ruchieh, seorang Kahinah jin-setan
di Mekah. Ruchieh adalah saudara perempuan Waraqa bin Naufal,[27]
pendeta Ebionite okultis yang merupakan sepupu Khadijah. Waraqa/Warakah,
adalah figur pemimpin dalam kaum Ahnaf. Dia biasa melakukan Tahnuf, yi
dia menghabiskan waktunya dalam gua2 di Harra’, memisahkan dirinya dari
masyarakatnya selama beberapa bulan pada satu masa. Praktek2 seperti ini
umum diantara kaum bida’ah, sebagaimana kita belajar dari pemimpin
spiritual orang Kristiani awal. [28]), dan diketahui diantara para
pemimpin sekte2 okultis. Khadijah biasanya melakukan Tahnuf pada gua2
yang sama.
Waraqa adalah orang yang menyakinkan Muhammad
untuk menjadi seorang nabi. Setelah kembali dari gua di Harra’ (gua
Hira), Muhammad ketakutan. Dia memberitahu istrinya bahwa suatu roh
mengklaim sebagai Jibril muncul kepadanya dan mencekiknya tiga kali.
Muhammad diyakinkan setelah pertemuan ini bahwa dia memiliki setan dalam
dirinya. Tetapi Khadijah bersikeras bahwa Muhammad adalah calon nabi.
Menarik untuk dicatat bahwa ketika malaikat2 muncul dalam Injil, mereka
tidak pernah membuat siapapun ketakutan atau memaksakan peran kenabian
pada siapapun.
Sebelum bertemu Muhammad, suami pertama Khadijah adalah Nabash Bin Zarareh Bin Wakdan/Waqdan نباش
بن زرارة بن وقدان , seorang komunikator dengan jin. Jin muncul pada
Nabash dalam bentuk orang tua untuk memberinya informasi[29]. Abu Bakar
adalah murid paling penting Nabash. Abu Bakar tetap merupakan teman
dekat Khadijah setelah suaminya meninggal dan dengan antusias
menurutinya ketika dia mengumumkan Muhammad adalah nabi. Sebagai seorang
istri komunikator jin, Khadijah mendapat prestise, karena banyak orang2
Arab berkonsultasi dengan suami pertamanya ini dan memberi mereka uang.
Ini juga menjelaskan mengapa Khadijah kaya. Dia memiliki karavan yang
membawa barang2 dari Syria ke Mekah. Setelah kematian Nabash, dia
mempekerjakan Muhammed dalam karavan2nya, kemudian menikahinya, walaupun
Muhammed duapuluh tahun lebih muda daripadanya.
Setelah
pengalaman2 negatif yang membuat Muhammed depresi, Khadijah mengirimnya
pada sepupunya, Waraqa, untuk menyakinkan dia bahwa Muhammad
seorang
nabi Allah. Waraqa berhasil dalam tugasnya dan bertanggungjawab atas
mayoritas ayat2 Quran pada permulaan. Waraqa menyelipkan doktrin2
Ebionit
mengenai Yesus dalam Quran, menyatakan bahwa Yesus adalah seorang nabi
dan dia tidak disalibkan, tetapi Tuhan menggantikan Yesus dengan orang
lain. Orang itu disalibkan karena orang banyak mengira dia adalah Yesus.
Doktrin ini pertama kali dibuat oleh Simon, tukang sihir dari Samaria,
yang kemudian mendirikan suatu aliran bida’ah dengan namanya, Simonisme.
Kenyataannya, Simon menciptakan akar untuk doktrin demikian, sebelum
dikembangkan oleh kaum Gnostic kemudian. Disini, saya menampilkan
pemikiran Simon sang tukang sihir mengenai Yesus, yang dilaporkan oleh
Hyppolytus dalam “Penyangkalan dari Semua Kaum Bida’ah”:
Yesus
Kristus, yang ditransformasikan dan diasimilasikan pada para penguasa
dan kekuasaan dan malaikat, datang bagi pemulihan. Dan ia muncul sebagai
manusia, padahal dia bukan seorang manusia. Dan (demikianlah)
sepertinya dia menderita, walaupun tidak sesungguhnya menjalani
penderitaan, tetapi kelihatan oleh orang2 Yahudi seperti demikian.[30]
Pemikiran
bahwa orang2 menyalibkan seseorang pengganti Yesus dianut oleh beberapa
kaum penganut kepercayaan bida’ah yang diketahui memiliki nilai2 yang
tidak bermoral, seperti seks bebas dan berhubungan dengan okultisme.
Waraqa termasuk ke dalam salah satu dari sekte2 sesat ini. Waraqa adalah
salah satu pendiri kelompok yang disebut kaum Ahnaf/Hanafi. Pada narasi
pertama kehidupan Muhammad, oleh Ibn Hisham pada abad 8 M, kita baca:
Kaum
Honafa’, atau kaum Ahnaf, adalah sebuah kelompok kecil yang dimulai
dengan kesepakatan empat pengikut Sabian di Mekah. Mereka berempat
adalah Zayd bin Amru bin Nafil, Waraqa bin Naufal, Ubaydullah bin Jahsh,
dan Uthman Bin al-Huwayrith.[31]
Keempat pendiri
Ahnaf semuanya berkerabat dengan Muhammad. Mereka adalah keturunan
Loayy, salah satu nenek moyang Muhammad. Lebih jauh, Waraqa bin Naufal
dan Uthman Bin al-Huwayrith adalah sepupu2 Khadijah. Kita mengetahui ini
dari genealogi Muhammad yang ditampilkan oleh Ibn Hisham.[32]
Ubaydullah
Bin Jahsh adalah sepupu Muhammed dari pihak ibu. Muhammad menikahi
jandanya, Um Habibah.Semua ini mengungkapkan hubungan yang dekat antara
Muhammad dengan pendiri2 kelompok itu.
Kelompok ini tidak
dikenal diluar Mekah, tetapi Umayya bin Abi al-Salt adalah sepupu
Muhammad dari pihak ibu. Dia tinggal di kota Taif. Kita mengetahui
banyak orang bergabung dengan mereka. Mereka berasal dari agama2 yang
berbeda dan maka memiliki beragam doktrin. Setiap agama mengandung
beberapa bentuk politheisme, paganisme dan okultisme. Ini membuat mereka
kelompok yang paling diragukan dalam sejarah untuk mengklaim bahwa
mereka mempromosikan kepercayaan yang diajarkan Ibraham dan nabi2 lain
dalam Perjanjian Lama. Menggelikan sekali bahwa Muslim percaya bahwa
kelompok pagan ini mewakili kepercayaan yang benar dan saleh.
Mitos2
yang mereka percayai dan dimasukkan ke dalam syair2 mereka juga
dituliskan ke dalam Quran karena Muhammad berasal dari kelompok
tersebut. Dia membanggakan bahwa dia mempercayai dogma mereka dan dia
diketahui mempunyai hubungan2 dengan banyak anggota kelompok ini. Dia
dipengaruhi oleh ajaran2 mereka, juga oleh konsep2 tidak bermoral dan
penggunaan slogan2 seks untuk menarik masyarakat kepada mereka, seperti
sebuah surga seks bebas. Semua ini merefleksikan afiliasi dalam Muhammad
pada kelompok ini. Muhammad menggunakan pemikiran2 mereka. Dalam Quran
kami juga menemukan pemikiran yang sama.
Yang tidak
diketahui adalah apakah kelompok ini menyebut diri mereka Honafa’ atau
Ahnaf, atau apakah mereka disebut ini oleh masyarakat setempat.
Tetapi
mereka mengetahu istilah itu memiliki sebuah arti negatif dan
merefleksikan tindak tanduk negatif. Kata hanif berarti “kejam, kurang
pergaulan, ngawur, tidak adil, dan penuh dosa.” Kata Arab diambil dari
kata sifat, hanafa, yang berarti menjadi kejam. [33] Walaupun quran
enyampaikan sebuah arti positif untuk arti hanif sekarang, pada masa
hidup muhammad artinya lain sekali.
Jawad Ali, cendekiawan
Irak, mengatakan, ”Kaum Hanaf telah sesat dari jalan yang benar.” Jawad
Ali mengutip banyak penulis islam kuno yang menegaskan bahwa
demikianlah arti dari hanif pada masa hidup muhammed.[34]. Menurut Jawad
Ali, kata tersebut juga berasal dari sebuah kata Aram yang berarti
“tidak bertuhan, naïf, munafik, kafir atau sesat.”[35] Ini berarti bahwa
pastilah anggota kelompok tersebut tidak menamakan dirinya demikian
tetapi diberi nama oleh masyarakat Mekah, komunitas di mana mereka
berdiam. Jelaslah, bahwa mayarakat Mekah mengamati perilaku tidak
bermoral dan kesesatan yang mereka praktekkan.
Reputasi tidak bermoral kaum Hanafi dan pengaruhnya pada Muhammad
Tingkah
laku mereka yang tidak bermoral terlihat dari puisi yang ditulis mereka
sendiri, seperti sebuah puisi yang ditulis oleh Waraqa, salah satu dari
empat pendiri kelompok tersebut. Dia membanggakan pengalaman dirinya
memperkosa seorang gadis di rumah sang gadisitu dan menikmati hubungan
sex tersebut. Di dalam puisinya, dia menyarankan orang agar menikmati
pengalaman2 seperti itu [36].
Ide2 tidak bermoral
Waraqa meninggalkan pengaruh sangat istimewa pada muhammad. Ketika
Waraqa meninggal. Penulis2 biografi Muhammad mengatakan “inspirasi
menjadi tenang atau memudar.”[37] Karena ini, Muhammad ingin melemparkan
dirinya berkali2 dari sebuah gunung. Para periwayah tidak sepakat
mengenai durasi periode demikian dalam mana ia mencoba membunuh dirinya.
Ada yang mengklaim empat puluh hari, yang lain mengatakan tiga tahun.
[38] Butuh waktu sebelum Muhammad menemukan sumber2 lain bagi wahyu2nya.
Banyak
Kuhhan agama jin di jazirah arab merupakan bagian dari kelompok kaum
Ahnaf. Kaum Ahnaf menggunakan syair prosa seperti Kuhhan jin-setan
jazirah Arab.[39] Mereka terbiasa memiliki hubungan dengan jin-setan dan
mereka mengklaim setan2 tersebut adalah penolong2 yang berguna dan
agen2. Diantara pemimpin2 kaum Ahnaf yang berkomunikasi sangat dekat
dengan jin-setan, adalah Ummia bin Abi al-Salt, sepupu dari pihak ibu
Muhammad. Setan biasanya mengajar dia hal2 keagamaan, seperti : ”Bismika
allahumma," yang mana berarti : ”Dalam namamu Allah adalah mereka.”
[40] Jelaslah bahwa setan2 di jazirah Arab melatih kelompok Ahnaf untuk
menghadapi dan menantang Kekristenan, yang tersebar di jazirah Arab
dalam masa abad keenam. Kemudian, Muhammed mengadopsi istilah yang sama.
Kaum
Ahnaf menggantikan malaikat2 dengan jin sebagai agen2 yang berguna,
mengklaim bahwa Sulaiman dan nabi2 lain dalam Bible memiliki jin-setan
dalam pelayanan mereka. Mereka mengklaim ini untuk membenarkan hubungan
okultisme mereka dengan setan2, seperti si Ummia. [41] Muhammad
mengikuti jalan yang sama, mengatur ritual2 okultis dengan jin,
membanggakan hubungan demikian, dengan pembenaran bahwa jin-setan telah
menjadi Muslim. Dalam Quran, Muhammed kemudian menjiplak ajaran2 kaum
Ahnaf bahwa bahkan Sulaiman memiliki jin-setan dalam pelayanannya.
Studi
mengenai keluarga dimana Muhammad lahir dan dibesarkan, menunjukkan
bahwa itu adalah sebuah keluarga yang didedikasikan pada okultisme dan
hubungan dengan jin-setan. Banyak anggota2 keluarga terlibat dalam
kepemimpinan agama jin di jazirah Arab sebagai Kuhhan, atau medium2
jin-setan. Kesimpulan ini tidak melalui spekulasi, tetapi mengandalkan
sumber2 Islam yang sangat dipercaya Muslim sebagai sahih dalam
mengetengahkan sejarah sejati Muhammad; seperti Ibn Hisham dan
cendekiawan2 sejarah yang penting lainnya. Keterlibatan keluarga
Muhammed dalam okultisme orang2 Arab menjelaskan kedekatan hubungan
Muhammad dengan jin-setan; walaupun ada fakta bahwa dia mencoba mencari
pembenaran hubungan okultis demikian dengan pembenaran bahwa jin-setan
telah menjadi kaum muslim.
Bagaimana mungkin,
kemudian, Tuhan yang Kudus, yang membenci praktek2 okultis seperti apa
yang dilakukan keluarga Muhammad dan Muhammad sendiri, memilih seorang
nabi dari antara mereka ?
Religion Research Institute -Home
________________________________________
[1] Ibn Hisham, I, page 69
[2] Ibn Hisham, I, pages 117 and 118
[3] Ibn Hisham, I, page 126; Halabieh, I, page 58
[4] Halabieh, I, page 121
[5] Halabieh, I, page122
[6] Ibn Hisham, I, page 119
[7] Al-Nuwayri, Nihayat al-arab fi funun al-adab, 3, page 133
[8] Al-Nuwayri, Nihayat al-arab fi funun al-adab, 3, page 123
[9] Ibn Hisham I, pages 126 and 127
[10] Ibn Hisham, I, page 126; Halabieh, I, page 58
[11] Halabieh, 1,63
[12] Ibn Hisham, I, page 128
[13] Halabieh, I, pages 73 and 74
[14] Al-Lisan, 13, page 213 ; quoted by Jiwad Ali, al-Mufassal, vi, page 720
[15] Halabieh, I, pages 73 and 74
[16] Halabieh, 1, page 75
[17] Halabieh, 1, page 98
[18] Sahih al-Bukhari, 1, page 96
[19] Halabieh, 1, pages 406-407
[20] Demonolgia , a discourse on Witchcraft, pages 32-33
[21] Ibn Hisham, 1 page 147, see also the foot note in the same page.
[22] Halabieh 1, pages 101 and 432
[23] Taj al-Arus, 5, page 381
[24] Halabieh 1, pages 407
[25] Ibn Hisham, 1 pages 189 and 218
[26] Ibn Hisham, 1 page 225
[27] Ibn Hisham 1, page 128
[28] Hyppolytus, The Refutation of all heresies, book VIII , Chapter XIII
[29] Ibn Darid, Al-Ishtiqaq, pages 88 and 89
[30] Hyppolytus, The Refutation of All Heresies, book VI , Chapter xiv
[31] Ibn Hisham 1, page 242: quoted by Jawad Ali, vi, page 476
[32] Ibn Hisham, first part ; pages 63 and 76
[33] Al-Munjed, Arabic dictionary, page 158
[34] Jawad Ali, al-Mufassal, vi, page 451
[35] Jawad Ali , al-Mufassal, vi, page 454
[36] Al Asbahani, Al-Agani 3, page 118
[37] Sahih al-Bukhari, 1, page 4
[38] Halabieh, I, page 421
[39] Jawad Ali, al-Muffassal Fi Tarikh al-Arab Khabl al-Islam, 6, page 461
[40]
Al-Dumeiri, Al-Hawan, 2, page 195; quoted by Jawad Ali, al-Muffassal Fi
Tarikh al-Arab Khabl al-Islam, 6, page 484; al- Aghani, 4, page 122
[41]
Ibn Kathir, Al-Bidaya wa al-Nihaya 2, page 227; quoted by Jawad Ali,
al-Muffassal Fi Tarikh al-Arab Khabl al-Islam, 6, page 481
Tidak ada komentar:
Posting Komentar